ciamiszone.com :
CIAMIS,- Merasa
dipersulit dalam pembuatan akte kelahiran yang harus menghadirkan dua orang
saksi kelahiran ke Kantor Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil (Disdukcapil),
puluhan massa dari Asosiasi Pamong Desa Indonesia (APDI) dan Persatuan
Perangkat Desa Indonesia (PPDI) Kab. Ciamis mendatangi Kantor Disdukcapil
mempertanyakan aturan tersebut.
Ketua
PPDI, Toto Suyanto mengatakan, aturan yang sebelumnya saksi kelahiran bisa diwakilkan
bahkan tidak perlu datang ke kantor Disdukcapil kini berubah menjadi harus dihadirkan
dua orang saski ke kantor Disdukcapil merupakan bentuk kemunduran pelayanan
pemerintah terhadap masyarakat Tatar Galuh.
“Ini
adalah kemunduran, seharusnya setelah pisah dengan Pangandaran, pelayanan publik
meningkat lebih baik, tapi kenyataannya kami merasa dipersulit dengan aturan
tersebut,” katanya seraya menambahkan, aturan harus menghadirkan saksi
merupakan bentuk ketidakpercayaan kepada aparat desa.
Sementara
Assiten Bid. Pemerintahan Drs. Endang Sutrisna yang menyempatkan hadir dalam
pertemuan tersebut didampingi Sekretaris Disdukcapil, Enung Nurjanah dan seorang
anggota DPRD Ciamis, H. Dadang Hamara memberikan penjelasan terhadap aturan
baru itu.
Menurutnya,
aturan yang diterapkan sesuai dengan UU No. 24 tahun 2013 yang mulai
diberlakukan, namun sosialisasinya belum maksimal sehingga terjadi
miskomunikasi antara Disdukcapil dengan aparat desa dan kepala desa.
“Tidak
dipungkiri dengan penerapan UU No. 24/2013 sebagai perubahan atas UU No. 23
tahun 2006 ini memang jika saat ini diberlakukan masih dianggap ‘mempersulit’
masyarakat yang akan mengurus administrasi akta kalahiran karena harus
menghadirkan langsung dua saksi kelahiran. Tapi kami masih menunggu
tahapan-tahapan berikutnya, diantaranya belum adanya perubahan blanko register
pencatatan,” katanya.
Ass.
Bid. Pemerintahan yang juga sempat menjabat Kadisdukcapil itu didampingi
Sekdisdukcapil, Enung Nurjanah menjelaskan, blanko register yang saat ini
digunakan masih ada kolom yang harus ditandatangan oleh dua orang saksi, tapi di blanko register yang baru sesuai UU No. 24/2013 dua saksi tersebut tidak
perlu menandatangani, namun blangkonya masih dirumuskan di pusat dan belum dicetak.
Dijelaskan
pula, pihak Disdukcapil menghindari klausul dalam UU No. 24/2013 pasal 95B yang
jika ikut memfasilitasi maka dipidana denga ancaman enam tahun penjara dan/atau
denda paling banyak Rp75 juta.
Untuk
memecahkan masalah ini, Endang berharap Kadisdukcapil akan segera berkoordinasi
paling lambat Selasa (01/04) dan selanjutnya mengundang pihak PPDI dan APDI
untuk membuat semacam kesepakatan yang mengikat.
Namun
dalam pertemuan yang alot tersebut massa yang memenuhi Aula Lt 2 Kantor Disdukcapil
itu tidak sabar dan menilai jawaban birokrat terlalu normative sehinga massa
membubarkan diri karena tidak puas, apalagi tersulut emosi ketika anggota dewan
yang hadir tidak tahu permasalahan yang dihadapinya, mereka pun menjanjikan akan
datang lagi dengan jumlah massa yang lebih banyak. (cZ-01)*
1 Comments
kok dipersulit ya,padahal dianjurkan,apa kurang ongkos adminnya...
ReplyDelete